Senin, 24 November 2008

MENIMBANG MAKLUMAT GUBERNUR

MENIMBANG MAKLUMAT GUBERNUR
Oleh : Koko Haryanto, S.IP
(Alumni Fakultas Ilmu Politik Universitas Indonesia)

Anjloknya harga timah belakangan ini telah sedikit ‘memaksa’ berbagai pihak untuk menahan diri dalam melakukan penambangan. Baik para pengusaha pertambangan berskala besar maupun pertambangan rakyat serta para pembeli timah semakin kesulitan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam kondisi harga timah yang terus tertekan, tentu masyarakat yang bergulat dalam usaha pertambangan tidak ingin masalah tersebut berlarut-larut, pemerintah dituntut untuk mengeluarkan kebijakan yang cepat dan tepat sasaran. Akankah maklumat gubernur menjadi obat mujarab?, untuk mengurangi dampak krisis keuangan global yang membuat harga bijih timah semakin anjlok.
Maklumat Untuk Siapa?
Maklumat yang dikeluarkan Gubernur, Eko Maulana Ali tersebut berisi penghentian sementara kegiatan pertambangan timah kepada perusahaan swasta pemegang KP yang sah sampai waktu tertentu atau hingga harga timah dianggap sudah cukup layak atau menguntungkan (Pos Belitung, 24/10). Tentunya batas waktu yang diberikan dalam maklumat tersebut sangat tergantung dengan harga timah pada masa yang akan datang. Tentunya masyarakat penambang akan menunggu bila itu memang benar-benar diimplementasikan. Tentunya bila maklumat ini berlaku maka konsekuensi hukum seperti apa yang ‘layak’ diberikan. Sebagai pertimbangan, bila masyarakat tetap menambang dengan alasan tidak bisa mencari alternative pekerjaan lain dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bisakah masyarakat diberikan sanksi?
Suatu hal yang kurang bijak bila menyamaratakan pelaku sector perekonomian pada pertambangan timah. Ketika harga bijih timah melambung tinggi, beberapa waktu lalu tentu yang paling diuntungkan adalah para pengusaha timah dan pembeli timah. Sedangkan untuk para pekerja timah yang bekerja untuk orang lain tentu tidak akan memperoleh keuntungan yang cukup besar. Hanya saja, selama ini bila terjadi persoalan pertambangan maka yang banyak disorot adalah para pekerja timah tradisonal yang bekerja di tambang inkonvensional (TI), yang mendapatkan keuntungan yang tidak seberapa hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Begitu juga bila ada kerusakan alam, penambang TI-lah yang dipersoalkan.
‘Kreator’ Timah dan aturan yang Instant
Selama ini, para pengusaha atau pembeli timah yang memiliki modal yang besar tidak pernah dipersoalkan bagaimana sebuah harga ditetapkan. Padahal keberadaan mereka tidak bisa dilepaskan dari hasil timah dari TI-TI yang ada di wilayah yang bersangkutan. Para penambang tidak mengerti soal harga naik atau harga sedang turun. Bagi mereka timah yang didapat bisa dibeli dan dijadikan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tentu bukan lagi rahasia umum, bila para pembeli dari berbagai tingkatan menjual dengan harga yang bervariatif berdasarkan ‘kreativitas’ masing masing. Para pembeli ini dapat kita katakana sebagai ‘kreator’ pengumpul timah yang membeli dengan harga yang bervariatif berdasarkan kualitas biji timah.
Aturan mengenai Kuasa Pertambangan menjadi bias di lapangan, pengwasan terhadap pekerja tambang di KP yang bukan miliknya sangat lemah. Kondisi ini juga membuat para penambang tidak mempersoalkan dari KP mana timah didapat dan mesti dijual ke mana. Begitu juga para pembeli tidak mempertanyakan dari KP mana timah diperoleh. Aturan tentang KP menjadi bias di lapangan, jadi wajar akhir-akhir ini PT Timah bersepakat untuk melarang beroperasinya perusahaan penambang lainnya melalui maklumat yang dibuat secara bersama untuk mengantisipasi anjloknya harga timah.
PT Timah juga telah selaras dengan maklumat yang dikeluarkan Gubernur tersebut, bahkan Direktur PT Timah Wachid Usman juga mengajak semua pelaku usaha pertambangan untuk melakukan usaha pertambangan dengan mengikuti system, mekanisme, prosedur dan manajemen tata niaga pertimahan sesungguhnya (Pos Belitung, 24/10). Tentu pernyataan ini telah membuka sedikit ‘rahasia hati’ Direktur PT Timah tersebut, bahwa selama ini telah banyak terjadi mismanagement pelaku usaha pertimahan di Bangka Belitung ini. Tanpa menunjuk siapa pelakunya, paling tidak telah menyentil pihak-pihak pelaku usaha pertimahan yang nakal belakangan ini yang sedang marak. Hingga ia juga mengusulkan agar pelaku usaha pertimahan untuk melakukan penjualan timah langsung ke end user. Memang PT Timah sudah bukan perusahaan pengendali arus perdagangan timah di Bangka Belitung lagi sehingga di sana-sini banyak sekali kebobolan, baik melalui penyeludupan maupun berbagai macam upaya-upaya lainnya yang melanggar hukum. KP-KP milik PT Timah sudah banyak dikelolah oleh pihak-pihak yang bukan mitranya, tentu PT Timah sangat dirugikan.
Sudah semestinya aturan dan regulasi yang dibuat untuk mengantisipasi masalah perimahan di Bangka Belitung tidak instant lagi. Jangan banyak mengeluarkan aturan yang tumpang tindih, belum lagi masalah permendag 19/2007 yang masih menuai masalah, ditambah lagi dengan maklumat yang dikeluarkan oleh Gubernur Bangka Belitung ini. Sepertinya sinergisitas birokrasi di Bangka Belitung dalam menindak segala macam pelanggaran masih belum banyak dilakukan. Arah kebijakan pertimahan di Kabupaten terkadang berlawanan dengan yang disepakati di tingkat Provinsi, tentu ini sangat kurang bijaksana. Bijih timah keluar masuk dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lainnya hingga keluar pelabuhan daerah lain. Beberapa waktu, di Tanjung Priok juga ditemukan timah yang akan diekspor keluar negeri dengan label merek dari Surabaya. Tentu ini aneh, karena Surabaya bukanlah daerah penghasil timah.
Dalam hal ini, gubernur juga ingin mengingatkan masyarakat untuk tidak terpasung terhadap sector pertambangan, karena sector perekonomian lainnya seperti pertanian dan perkebunan juga cukup potensial untuk dikembangkan. Namun, melalui maklumat ini paling tidak, Gubernur sebagai orang nomor satu di Bangka Belitung ini, merasa bertanggungjawab untuk mengantisipasi anjloknya harga timah. Ia berani mengambil resiko apapun yang akan membuat dirinya tidak popular dimata masyarakat. namun beginilah pemimpin harus sigap dalam merespon kesulitan rakyatnya. Diam atau tidak mengambil keputusan apa-apa bukanlah hal yang baik untuk dilakukan oleh seorang Gubernur. Hanya saja, maklumat ini harus terukur dan pihak-pihak yang akan kena dampaknya harus diklasifikasi dulu. Jangan sampai rakyat kecil para pekerja TI menjadi korban penertiban yang dipaksakan. Pemerintah daerah juga perlu mendorong pemerintah pusat untuk segera menurunkan harga minyak yang akhir-akhir ini pasaran dunia sudah jauh menurun harganya dan sudah di bawah asumsi APBN. Tentu jika harga minyak tidak terlalu mahal, pekerja tambang juga akan kena dampak positifnya, dimana biaya produksi semakin berkurang. Sehingga keuntungan yang akan didapat akan semakin membaik walupun harga timah tidak begitu tinggi.

Tidak ada komentar: